Manusia Segera Menyatu dengan Mesin, Bisa Hidup di Planet Lain



Masa depan di mana manusia dan mesin berpadu menjadi satu kesatuan tidaklah terlalu lama lagi. Itulah pendapat yang dikemukakan akademisi dan penulis buku laris, Yuval Noah Harari.

Penulis Sapiens: Brief History of Humankind dan Home Deus tersebut menyatakan prediksi itu tak mengada-ada. "Di masa depan, smartphone kemungkinan takkan terpisahkan dari Anda sama sekali. Mungkin di-embedd di tubuh atau otak, secara konstan memindai data biometrik dan emosi Anda," cetusnya.

Berbicara di sebuah konferensi di Italia, ia melanjutkan jika kita mampu memadukan teknologi itu ke badan manusia, maka akan jadi revolusi terbesar dalam sejarah. Pasalnya meski mampu memanipulasi lingkungan dan membuat teknologi, manusia belum mengubah dirinya sendiri.

"Manusia selalu konstan, dengan badan, otak dan pikiran yang sama di kerajaan Roma, masa Alkitab dan zaman batu. Jika kita bicara soal hidup kita pada manusia di zaman baru, mereka akan berpikir kita adalah Tuhan. Tapi sebenarnya adalah meski kita telah mengembangkan perangkat canggih, kita masih sama saja," paparnya.

"Kita punya emosi yang sama, pikiran yang sama. Revolusi yang akan datang bakal mengubahnya. Tidak hanya mengubah perangkat kita, tapi mengubah pula manusia itu sendiri," imbuh Harari yang dikutip detikINET dari Fast Company.

Manusia telah mampu mengubah genetik hewan dan teknologi semacam IVF telah mampu membentuk kehidupan manusia. Dan menurut Harari, potensinya bagi manusia bisa luar biasa. Bahkan tak menutup kemungkinan manusia masa depan dapat hidup di planet lain.

"Bakteri paling kuat di Bumi sekalipun tak dapat bertahan di Mars. Homo Sapiens tak bisa menaklukkan planet lain atau galaksi. Tapi tubuh manusia yang didesain ulang bisa dibuat untuk bertahan di manapun di alam semesta," begitu pendapatnya.


Tapi di sisi lain, Harari juga mengkhawatirkan penyalahgunaan teknologi untuk memadukan manusia dengan komputer. Pasalnya, manusia terbukti kerap melakukan hal semacam itu. Mungkin saja perusahaan atau pemerintah tertarik meningkatkan intelijensi dan disiplin manusia dengan teknologi, tapi abai soal spiritualitas, simpati atau kreativitas.

Ia mengibaratkannya dengan sapi, di mana sapi yang dibuat sangat produktif berbeda dari sesamanya di alam liar. "Sapi yang dipelihara kurang lincah, kurang ingin tahu dibandingkan binatang sejenisnya di alam liar," sebutnya.

DIkutip dari Detikinet.com